10 tahun ITB 2013 dan orang-orang yang kutemui

Disclaimer: Cerita ini masih berbentuk draft, bila kalian masih dapat membaca disclaimer ini, mohon untuk tidak menyebarkan linknya secara publik.

Sepuluh tahun yang lalu, sekitar bulan Juli atau Agustus, aku pindah ke Bandung untuk memulai perkuliahanku di Institut Teknologi Bandung. Menjalani perkuliahan, terutama menjalani kehidupan dikampus ini, banyak hal yang terjadi, banyak orang yang kutemui. Semua dari mereka meninggalkan dampak dan kesan dalam hidupku, sebagian dari mereka mengajarkanku akan kehidupan, diantaranya dengan memberikan kenangan manis, lainnya dengan memberikan pelajaran hidup yang menyakitkan. Tidak ada perasaan sesal akan semua yang telah terjadi, apakah itu hal yang baik maupun yang buruk, semuanya telah berlalu dan menjadi cerita. Hanya satu yang masih mengganjal dalam hidupku, ada kesalahan-kesalahan yang kulakukan selama aku di kampus dan hal itu tidak bisa kuperbaiki lagi ~ tulisan ini terakam dalam memento. Walau begitu tidak ada kata menyesal dan aku tidak ada keinginan untuk mengulang semua itu, jika ada kesempatan. Apa yang telah berlalu biarlah menjadi kisah yang tetap melekat diingatan. Aku hanya berharap ketika ada kesempatan suatu saat nanti, untuk bertemu dengan mereka-mereka yang pernah kutemui selama masa hidupku dikampus, kita dapat duduk bersama untuk kemudian saling berlempar cerita dan kenangan tentang semua hal yang telah kita lalui. Namun untuk sementara biarlah aku meninggalkan catatan ini disini, cerita tentang mereka-mereka yang kutemui selama masa-masa perkuliahanku di-Bandung dalam 10 Tahun ITB 2013 dan orang-orang yang kutemui

Daftar Cerita

1. Hari Pertama di-ITB dan orang-orang yang kutemui
2. Cuman Beberapa Dari Kalian yang Akan Bertahan (1)
n. Penutup


Hari Pertama di-ITB dan orang-orang yang kutemui

Prosesi rangkaian penerimaan mahasiswa baru saat itu baru saja selesai. Rangkaian acaranya begitu banyak mulai dari seremonial penerimaan mahasiswa baru, lalu begitu banyak talkshow dari pembicara-pembicara yang diundang oleh pihak kampus, training soft skills yang terutama berkutat ditopik bagaimana beradaptasi dengan perkuliahan, ada juga roadshow dari unit kegiatan mahasiswa, tidak lupa juga ospek dengan sedikit per-plonco-an (ospek yang benar-benar per-plonco-an yang terkenal itu sebenarnya akan dilaksanakan setelah selesai tahun pertama, ketika mahasiswa baru sudah masuk kejurusan masing-masing). Begitu semarak dengan acara dan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan namun juga melelahkan.

Aku lupa urutan kejadiannya, namun saat itu semua mahasiswa baru harus mengikuti ujian yang dilaksanakan satu hari penuh. Ujiannya antara lain english proficiency test dan tes psikologi lengkap. Dan kalau tidak salah ada juga ujian lainnya.

Setelah ujian, aku bertemu dengan teman-teman yang telah kukenal sebelumnya. Bercerita tentang ujian yang baru saja kita lalui, kemudian berlanjut keobrolan lainnya. Ada tiga obrolan menarik yang bisa kuceritakan dengan tiga orang yang berbeda,

Abed

Obrolan pertama dengan seorang teman, sebut saja namanya Abed,

Abed: Hari pertama di-ITB udah ujian aja, mana susah lagi.
R: Iya, pusing.
Abed: Ini baru hari pertama kuliah, gimana nanti selanjutnya ya.

Bejo

Obrolan kedua dengan teman lainnya, sebut saja namanya Bejo,

Bejo: Susah banget ujian tadi, gue ampe ketiduran tadi, kosong banget.
R: Iya, pusing.
Bejo: Santai dulu ajalah, ga masuk nilai ini.
R: Iya.
Bejo: Cuman buat ngukur mahasiswa katanya (kualitas dan level english proficiency mahasiswa baru)

Candil

Obrolan ketiga dengan teman yang kita namakan Candil,

Candil: Ih susah ujian tadi, aku gabisa dibagian ini, itu, ini itu (sambil menjelaskan dengan detail…)
R: Iya, pusing.
Obrolan selesai karena benar-benar pusing membahas tentang ujian setelah ujian.

10 tahun kemudian

Bertahun-tahun berlalu, kehidupan teman-teman tersebut berjalan masing-masing. Begitu juga dengan kehidupanku. Empat tahun berselang, satu persatu dari mereka lulus, keluar dari kampus dan menjalani kehidupan masing-masing. Dua dari tiga teman tersebut masih memiliki irisan kehidupan denganku, dalam artian kita masih saling menjalin kontak satu sama lain, cukup sering atau mungkin beberapa kali bertemu dalam setahun.

Setelah 10 tahun berlalu, kehidupan dari Abed, Bejo dan Candil yang dapat kuceritakan ialah sebagai berikut,

Abed

Setelah penerimaan mahasiswa baru tersebut, aku tidak terlalu sering bertemu dengan Abed. Kita berbeda fakultas, oleh karena itu interaksi kita sangat sedikit. Setelah lulus, aku juga sempat dua kali bertemu dengan Abed. Pekerjaannya cukup bagus dan kelihatannya cukup sukses dalam pekerjaannya. Profil Linkedin-nya juga cukup menarik. Dalam pertemuan kita sambil makan disuatu tempat disekitaran SCBD saat itu, aku dapat mengetahui bahwa Abed merupakan mahasiswa yang cerdas, namun selalu merasa kurang dan tidak percaya diri. Dia selalu berusaha sebaik mungkin, namun selalu cemas akan hasil yang dia dapatkan. Dalam beberapa kesempatan dia tidak bercerita secara langsung tentang latar belakangnya, tapi yang dapat aku simpulkan dari ceritanya bahwa adalah tumpuan keluarganya. Ia adalah anak pertama dikeluarga, dan menjadi satu-satunya dari keluarga besarnya yang berkuliah di-PTN. Harapan besar keluarga ada dipundaknya.

Bejo

Selama masa-masa kuliah, aku tidak banyak berinteraksi dengan Bejo. Namun menjelang lulus, kita sempat bertemu dan kemudian sering main bareng. Setelah lulus aku ke Jakarta untuk bekerja, begitu juga dengan Bejo. Di Jakarta kita masing sering main bareng, pertemanan kita juga semakin besar karena begitu banyak teman lainnya yang bekerja di Jakarta setelah lulus.

Dari yang kuperhatikan selama berteman dengan Bejo, kehidupannya memang begitu santai. Keberuntungan hidup ada padanya, punya keluarga yang cukup mapan dan seperti tanpa tekanan sama sekali. Dua atau tiga kali pindah-pindah tempat kerja. Diantara tempat kerjanya, ada yang dia dapatkan dari koneksi orang-tuanya. Kehidupannya juga penuh dengan ‘petualangan liar’ dan memang terkenal sejak dari kuliah tentang cerita-cerita ‘kehidupan liarnya’. Selama di Jakarta, jejeran cerita tentang kehidupan liarnya masih berlanjut.

Tiga tahun terakhir, interaksi kita semakin jarang. Namun yang kuketahui sekarang, hidupnya mengarah menjadi lebih baik. Cerita kehidupan liarnya sudah berhenti dan sekarang sedang menjalani relasi dengan seorang wanita, pacarnya. Beberapa kali dalam post instagramnya dia menampilkan kehidupannya dengan pacarnya.

Candil

Walau setelah ujian tersebut, obrolanku dengan Candil terhenti, namun setelahnya kita menjadi berteman. Candil bertemu dengan teman-teman yang sama seperti dirinya mahasiswa-mahasiswa yang sangat cerdas. Beberapa kali aku belajar bareng dengan kelompok ini. Candil juga berbaik hati meminjamkan catatannya serta mengajariku materi-materi kuliah untuk persiapan ujian. Dari situ, aku dan Candil menjadi cukup dekat. Aku sering main kekosan Candil, begitu juga sebaliknya. Ketika liburan semester dan Candil pulang kekampung halamannya, dia membawakanku makanan ringan, oleh-oleh khas dari kampungnya yang selalu dipersiapkan oleh ibunya. Dari situ aku mengetahui bahwa kedua orangtua Candil merupakan dokter, ayahnya seorang dokter spesialis, ibunya dokter umum. Kedua orangtuanya menekankan mendidik Candil dan adiknya dengan sangat baik. Mereka tidak mengarahkan anaknya untuk menjadi dokter. Namun, mereka mengharuskan Candil dan adiknya untuk menekuni bidang yang mereka pilih nanti.

Candil menjadi salah satu mahasiswa yang lulus dengan waktu kurang dari 4 tahun. Kalau kedua teman tadi begitu lulus langsung mencari pekerjaan, berbeda dengan Candil, tidak ada tekanan baginya untuk segera mendapatkan pekerjaan. Dia malah berjuang untuk melanjutkan pendidikannya ke-jenjang lebih tinggi. Dia tetap tinggal di Bandung sambil mempersiapkan pendaftaran S2-nya. Dia melanjutkan S2 salah satu Universitas di Eropa dan sekarang sedang berusaha menyelesaikan Ph.D-nya. Beberapa bulan yang lalu dia sempat bercerita bahwa dia telah mendapat penawaran Postdoctoral Fellowship disalah satu universita di Eropa.

Epilog: Hari Pertama di-ITB dan orang-orang yang kutemui

Dari pertemuan dengan ketiga teman ini, menjadi menarik ketika aku mengalami dan menyelemai setiap obrolan-obrolan yang berlangsung dengan mereka. Dari obrolan-obrolan tersebut aku dapat mereka-reka kehidupan yang telah mereka lalui (latar belakang mereka) sebelum obrolan antara aku dan mereka (obrolan yang terjadi setelah ujian awal untuk mahasiswa baru tersebut). Kemudian menilik kembali kehidupan apa yang mereka lalui sekarang, 10 tahun setelah kejadian tersebut.

Tidak bermaksud menjadi peramal untuk masa depan teman-temanku ini, tapi ada benang merah yang bisa ditarik dari cerita-cerita masa lalu dan latar belakang kehidupan teman-temanku ini. Bagaimana kehidupan mereka dimasa depan, bisa direka-reka melalui cerita mereka dimasa lalu. Atau juga sebaliknya, kehidupan saat ini yang mereka jalani merupakan hasil dari pembentukan diri mereka dimasa lalu.

Abed yang selalu cemas akan masa depan, karena ekspektasi dari keluarganya, Bejo yang tetap santai dengan hidupnya karena anugerah dari keberuntungan dihidupnya dan Candil yang memiliki kebebasan untuk menekuni bidang yang dia pilih.


Cuman Beberapa Dari Kalian yang Akan Bertahan (1)

Ini sebenarnya menjadi salah satu cerita yang tidak menyenangkan bagiku. Jadi aku akan menuliskannya dengan sebaik dan sehalus mungkin dan berusaha tidak menyinggung siapapun.

Tahun pertama di-ITB, semua mahasiswa akan ditempatkan di-Fakultas terlebih dahulu dan mendapatkan kuliah yang sama untuk hampir semua mahasiswa ITB. Mata kuliah tersebut ialah mata kuliah dasar dan mata kuliah umum serta mata kuliah pengenalan prodi dimasing-masing fakultas. Mata kuliah dasar seperti Matematika/Kalkulus, Kimia, Fisika, Pengenalan Teknologi Informasi (Pemrograman), Pengantar Rekayasa dan Design. Lalu mata kuliah umum seperti Olahraga, Tata Tulis Karya Ilmiah dan Bahasa Inggris.

Lalu diawal tahun kedua, setiap mahasiswa akan dijuruskan kejurusan mereka masing-masing di Fakultas mereka. Misal di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, ada jurusan Matematika, Fisika, Kimia, Astronomi dan Aktuaria (belakangan setelah aku lulus baru ada jurusan Aktuaria ini). Mulai tahun kedua ini jugalah setiap mahasiswa mulai bisa menyusun rencana studi mereka secara mandiri. Bisa mengambil banyak mata kuliah dengan maksimal 24 sks atau sedikit mata kuliah. Beban standar sekita 18-20 sks.

Ketika memasuki penjurusan ini, ditahun kedua untuk jurusan Fisika, jurusan yang kuambil, menjadi fondasi pengetahuan untuk kuliah-kuliah tingkat lanjut dijurusan Fisika. Beberapa mata kuliah yang masih kuingat seperti Fisika Matematika 1 yang merupakan mata kuliah matematika tingkat lanjut atau jurusan lain menyebutnya sebagai Kalkulus 3, kemudian ada Mekanika mata kuliah yang mempelajari gerak dari satu partikel dan banyak partikel, Elektronika yang mempelajari tentang dasar-dasar instrumentasi. Dan mata kuliah pilihan lainnya.

Kuliah-kuliah tersebut tidak bisa dibilang mudah. Banyak dari mahasiswa yang tidak lulus dan harus mengulang lagi ditahun berikutnya. Ada satu mata kuliah yang ketika nilai ujian keluar dan diumumkan, rata-rata nilai sekelas cuman 30 dari maksimal 102 poin (2 poin merupakan bonus jika jawaban akhir salah, alur jawaban salah, namun telah menulis jawaban dengan cukup panjang). Namun ada saja outlier, mahasiswa-mahasiswa yang nilainya jauh diatas rata-rata (outlier diarah berbeda juga ada, mahasiswa yang nilainya 0). Ada satu mahasiswa yang mendapat nilai 98, dia mendapatkan 2 poin bonus tersebut, kekurangan 3 poin yang membuat nilainya tidak maksimal hanyalah karena hasil akhirnya ada sedikit yang salah. Lalu ada mahasiswa lainnya yang mendapatkan nilai 73 dan 81, dia bisa menjawab hampir semua soal dengan runut dan baik, namun hasil akhirnya jauh berbeda karena ada beberapa langkah yang salah. Teman-teman yang nilainya 50 kebanyakan bisa menjawab 2 atau 3 soal dari 5 soal yang ada dengan baik dan runut, namun hasil akhirnya melenceng

Lalu, dalam satu mata kuliah jurusan, diawal-awal kuliah ketika dosen memperkenalkan diri dan kemudian bercerita sedikit sebelum memulai kuliah, dosen tersebut menyampaikan kira-kira begini “Satu angkatan kalian kurang lebih ada 100 orang. Dari 100 orang ini, saya yakin cuman 10-15 orang yang bertahan untuk terus menekuni fisika, sisanya tidak tahu kemana”.

Dalam hati aku berkata, bahwa aku bukanlah salah satu dari 15 orang-orang terpilih ini yang akan bertahan terus untuk menekuni fisika. Namun aku tahu siapa kira-kira 15 orang ini. Mereka-mereka yang kusebutkan nilainya dicerita ini.


10 Tahun Kemudian

Tahun-tahun berlalu, awalnya hampir semua mahasiswa tahun kedua mengambil mata kuliah yang sama (karena start-nya sama), namun pada akhirnya satu bersatu berguguran, bukan berhenti ditengah jalan, namun dari mereka ada yang tidak lulus satu atau dua atau beberapa mata kuliah, sehingga pada akhirnya ditahun ketiga dan keempat, tidak semua mahasiswa mempunyai rencana studi disemester tersebut dengan kuliah-kuliah yang sama. Ada yang harus mengulang kembali mata kuliah semester sebelumnya atau ada yang mengambil mata kuliah pilihan. Implikasinya juga tidak semua lulus diwaktu yang sama, idealnya kuliah Sarjana Fisika bisa diselesaikan dalam waktu 4 tahun, namun karena harus mengulang kuliah-kuliah lainnya, mereka harus telat lulusnya.

Setelah lulus juga mereka mengambil jalan hidup masing-masing. Tidak salah prediksi dosen tersebut, cuman sekitar 10-15 orang yang tepat menekuni fisika setelah lulus dari Sarjana Fisika ITB. Beberapa dari mereka sekarang sedang menempuh pendidikan lanjut S3 diberbagai tempat, 1-2 dari mereka sekarang juga sedang mempersiapkan diri untuk menjadi dosen. Ada juga yang melanjutkan S3 dibidang lain. Hanya teman yang mendapatkan nilai 81 yang tetap menekuni fisika dan sekarang kuliah S3-nya hampir selesai dan akan melanjutkan Postdoctoral Fellowship di salah satu universitas di Eropa.

Sisanya? Kebanyakan dari lulusan fisika ini, bekerja menjadi programmer atau Data Science/Analytics. Beberapa diantara mereka juga ada yang bekerja menjadi pegawai negeri atau pegawai BUMN. Yang mengejutkanku ialah sebagian besar dari teman-teman yang kuprediksi akan terus tetap menekuni Fisika hingga tingkat pendidikan lanjut, ternyata tidak. Teman yang mendapat nilai 98 ini sekarang menjadi programmer, teman yang mendapatkan nilai 73 ini juga menjadi programmer. Orang-orang ini tidak mendalami dan menekuni fisika lagi, tapi mereka menekuni dan mendalami bidang lain, semoga mereka bersinar disana.

Penutup

Kisah ini asli, namun agar dapat diceritakan lebih menarik terdapat bumbu-bumbu fiksi untuk menjahit fakta-fakta yang ada

Sebagian tokoh dari cerita ini sudah setuju untuk ceritanya dituliskan disini, sebagian lagi (terutama untuk cerita-cerita yang tidak menyenangkan) aku tidak pernah menanyakan kesediaan mereka, namun aku tidak menampilkan identitas asli mereka disini. Detail-detail terkait tokoh juga disamarkan. Bila kalian, teman-temanku merasa memiliki cerita yang sama, dengan yang kutuliskan disini, kalian boleh menghubungiku dan aku akan menghapusnya.