Bumi Manusia

Bumi Manusia - Pramoedya Ananta Toer

Bumi Manusia - Pramoedya Ananta Toer

Ini mungkin kali keempat atau kali kelima aku membaca novel ini. Novel yang fenomenal dan terkenal ini. Pada awalnya ketika aku membaca novel ini yang tertinggal dalam benakku ialah novel ini hanya seperti novel percintaan tragis yang mengambil later belakang dizaman penjajahan Belanda. Namun setelah membacanya lagi dan menyelesaikan seri tetraloginya, yaitu Tetralogi Pulau Buru yang terdiri dari 4 Novel ini, aku baru memahami cerita sejarah pembibitan hingga terbentuknya Nasionalisme pada awal Kebangkitan Nasional. Selain Bumi Manusia, tiga novel lainnya ialah Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca.

Bumi Manusia sendiri mengambil latar dimasa penjajahan Belanda, sekitar tahun 1898-1918. Diceritakan tentang kehidupan Minke, putra seorang bupati yang saat itu berkesempatan mengenyam pendidikan Belanda di H.B.S di Surabaya. Sebagai seorang yang berpendidikan pada masa itu, hobi Minke ialah tulis-menulis. Semua hal ditulisnya dalam buku catatannya. Disela-sela pendidikannya dia juga aktif untuk bekerja menjadi jurnalis dan membantu sahabatnya Jean Marais yg seorang pensiunan tentara bayaran dari Prancis, untuk menjual hasil karya pahatan furniturnya. Jean Marais inilah yang menjadi sahabat Minke yang paling setia dan orang yang menyadarkan Minke untuk tidak hanya menulis dalam bahasa Belanda, tapi seharusnya Minke menulis dalam bahasa Melayu agar orang-orang sebangsanya dapat membaca karya-karyanya juga.

“Jadi apanya yang harus dikenal?” protesku. “Kan orang dikenal karena karyanya?” sekarang aku mulai sempat membela diri. “Ratusan juta orang di atas bumi ini tidak berkarya yang membikin mereka dikenal, maka tidak dikenal”
~ Minke

Minke menjalin cinta dengan anak seorang pengusaha kaya raya di Surabaya, Annalies namanya. Gadis cantik yang dilahirkan oleh gundik pengusaha tersebut yang biasa dipanggil Nyai Ontosoroh. Singkat cerita, walaupun gundik namun dia yang mengelola semua usaha tuannya. Dia mengembangkan usaha tuannya menjadi sangat besar, meliputi peternakan dan pekerbunan. Semua dilakukan oleh Nyai Ontosoroh. Nantinya Nyai Ontosoroh jugalah yang menjadi tokoh sentral dalam perkembangan kehidupan Minke, Nyai Ontosoroh jugalah yang menjadi guru secara langsung bagi Minke dalam kehidupannya.

Kedekatan Minke dan Annelies membuat Minke masuk kedalam kehidupan dan permasalahan keluarga Nyai Ontosoroh. Sang Suami, Tuan Hermann Mellema ternyata masih mempunyai istri sah dan seorang anak di Belanda. Suatu ketika anak dari Tuan Mellema tersebut datang ke Surabaya menemui Ayahnya. Semenjak dari kehidupan Nyai Ontosoroh dan Annelies menjadi tidak tenang, mereka selalu dihantui oleh tuntutan anak Tuan Mellema tersebut, untuk dapat menguasai semua harta kepunyaan Tuan Mellema.

Cerita, Nyo, selamanya tentang manusia, kehidupannya, bukan kematiannya. Ya, biar pun yang ditampilkannya itu hewan, raksasa atau dewa atau hantu. Dan tak ada yang lebih sulit dapat difahami daripada sang manusia. Itu sebabnya tak ada habis-habisnya cerita dibuat di bumi ini. Setiap hari bertambah saja. Aku sendiri tidak banyak tahu tentang ini.
~ Nyai Ontosoroh

Disisi lain, kedekatan Minke dan Annelies juga membawa masalah tersendiri untuk kelanjutan sekolahnya Minke. H.B.S secara jelas tidak memperbolehkan siswanya untuk menikah selama pendidikan mereka. Dalam artian ketika ditemui seorang siswa yang menikah atau bahkan ketahuan kawin, mereka akan diminta untuk keluar dari H.B.S karena ditakutkan dapat memberikan pengaruh buruk kepada murid-murid lain. Memang Minke dan Annelies menikah setelah Minke lulus dari H.B.S, namun desas-desus tentang kedekatan Minke dan Annelies serta pilihan hidup Minke untuk tinggal dirumah Nyai Ontosoroh membuat keadaan menjadi runyam.

Tokoh lainnya yang mempunyai perananan sangat penting untuk Minke ialah ibunya. Ibu Minke selalu mendukung apapun keputusan Minke, termasuk menjalin kasih dengan Annelies dan berarti juga dekat dengan Nyai Ontosoroh, yang merupakan seorang gundik. Pada masa itu, status sebagai Gundik merupakan suatu kehinaan dimasyarakat. Ibunda Minke ini juga selalu mendorong dan meminta Minke untuk menjadi pria yang jantan dan bertanggung-jawab, tidak lari dari persoalan-persoalan yang dihadapinya.

Selesaikan persoalanmu, secara baik. Kan kau masih ingat? Kalau kau sampai lari, sia-sia sekolah dan pendidikanmu, karena hanya seorang kriminil saja anakku. …….. Jangan lari dari persoalanmu sendiri, karena itu adalah hakmu sebagai jantan. Rebut bunga kencantikan, karena mereka disediakan untuk dia yang jantan. Juga jangan jadi kriminil dalam percintaan - yang menaklukkan wanita dengan gemerincing ringgit, kilau harta dan pangkat. Lelaki belakangan ini adalah juga kriminil, sedang perempuang yang tertaklukkan hanya pelacur”
~ Ibu Minke

“Aku dengar dari omongan orang yang membaca koran Belanda: kau sekarang sudah jadi pujangga. Aduh Gus, mengapa kau menggubah dalam bahasa yang Bunda tak mengerti? Tulislah, Gus, kisah percintaanmu, dalam tembang nenek-moyangmu, pangkur, kinanti, durma, gambuh, megatruh, biar Bunda dan seluruh negeri menyanyikannya.”
~ Ibu Minke

“Aku mengangkat sembah sebagaimana biasa aku lihat dilakukan punggawa terhadap kakekku dan nenekku dan orangtuaku, waktu lebaran. Dan yang sekarang tak juga kuturunkan sebelum Bupati itu duduk enak di tempatnya. Dalam mengangkat sembah serasa hilang seluruh ilmu dan pengetahuan yang kupelajari tahun demi tahun belakangan ini. Hilang indahnya dunia sebagaimana dijanjikan oleh kemajuan ilmu …. Sembah pengagungan pada leluhur dan pembesar melalui perendahan dan penghinaan diri! Sampai sedatar tanah kalau mungkin! Uh, anak-cucuku tak kurelakan menjalani kehinaan ini.”
~ Minke ketika menghadap Ayahnya

Puncak dari cerita ini ialah ketika Minke dan Nyai Ontosoroh harus menghadapi pengadilan, untuk mempertahankan hak pengasuhan terhadap Annelies. Selain harta dari Tuan Mellema, hak pengasuhan terhadap anak-anak tidak sah dari Tuan Mellema dengan gundiknya Nyai Ontosoroh harus dialihkan ke Istri sah Tuan Mellema. Mereka berdua berjuang menggunakan segala kemampuan yang ada. Minke terus menulis dan menceritakan perkembangan kasusnya dikoran-koran. Tulisan-tulisannya banyak menggugah orang-orang yang membacanya. Tokoh-tokoh masyarakat datang untuk menawarkan bantuan dan segala upaya, namun semua gagal. Minke dan Nyai Ontosoroh harus menerima pengalihan hak asuh terhadap Annelies kepada istri sah Tuan Mellema. Annelies harus pergi ke Belanda, tanpa boleh disertai oleh Minke dan Nyai Ontosoroh.

Bunda, putramu kalah. Putramu tersayang tidak lari, Bunda, bukan kriminil, biarpun tak mampu membela istri sendiri, menantumu
~ Minke

Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.
~ Nyai Ontosoroh